LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN WORKSHOP LAHAN TERKONTAMINASI DI PULAU KALIMANTAN BERSAMA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

31 Agustus 2017 - Dibaca: 1541 kali
  • Data yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menujukkan peningkatan luas area lahan terkontaminasi Limbah B3 yang telah dipulihkan (telah diterbitkan Surat Status Penyelesaian Lahan Terkontaminasi) sangat signifikan dalam periode tahun 2012-2014. Pada tahun 2012 sebesar 103 ribu m2 dengan tonase 129 ribu meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,5 juta m2 dengan tonase 33 ribu ton. Selanjutnya pada tahun 2014 meningkat menjadi 2,7 juta m2 dengan tonase 243 ribu ton. Pada tahun 2015 terdapat penurunan luasan lahan terkontaminasi Limbah B3 yang dipulihkan yaitu hanya sekitar 65 ribu m2 namun secara tonase justru meningkat, yaitu sejumlah 388 ribu ton.
  • Mengingat bahwa biaya pengelolaan Limbah B3 sangat mahal, yaitu Rp. 12.000.000/ton maka pemerintah mendorong untuk memanfaatkan Limbah B3 yang dihasilkan. Penimbunan diharapkan menjadi langkah terakhir. Oleh sebab itu KLHK berupaya untuk melakukan Salah satunya adalah penandatanganan MoU KLHK dengan KemenPU-PERA untuk memanfaatkan Limbah B3 yang berupa fly ash dan bottom ash. Harapannya Limbah lainnya dapat dimanfaatkan. Sebagai contoh bleaching earth dari Limbah sawit dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomi, berupa second grademinyak, digunakan sebagai bahan penjernihan minyak, dsb
    • Data dan Informasi Yang Diperlukan (Pra Pemulihan Pemulihan Lahan Terkontaminasi)
  1. Penanggung jawab pelaksana pemulihan :
  • Penanggung jawab keg dan/atau usaha
  • Tidak ada penanggung jawab (menjadi tanggung jawab pemerintah/pemda)

      2. Lokasi :

  • Kondisi lokasi secara umum yg berpotensi menimbulkan dampak lingkungan (misalnya  apakah dekat sumber air minum, sungai, laut , pemukiman dsb)
  • Letaknya (wilayah, nama jalan, desa, kab/kota dsb) berupa peta wilayah administrasi
  • Titik ordinatnya berupa  peta lokasi lahan terkontaminasi

 

  1. Jenis kontaminan Limbah B3/B3 tumpah
  2. Jenis tanah , permeabilitas tanah, kemiringan tanah terhadap kemungkinan potensi terkontaminasi
  3. Perkiraan luasan, kedalaman dan volume/tonase area lahanterkontaminasi
  4. Sebaran lahan terkontaminasi
  5. Berapa lama dumping telahdilakukanatau berapa lama kontaminasi terjadi
  6. Kronologis terjadinya kontaminasi Limbah B3

 

  • MUATAN DOKUMEN RENCANA PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3
  1. Identitaspenanggung jawab;
  2. Kronologisterjadinya lahan tercemar limbah B3;
  3. Pemetaan sebaranlahan tercemar limbah B3 baik di permukaan maupun di bawah permukaan tanah(metode: geolistrik, core drilling, foto udara dll);
  4. Model konsep lahan tercemar limbah B3 beserta kondisi sekitarnya (Conceptual Site Model);
  5. Identifikasi jenis, karakteristik, jalur, besar dan frekuensi paparan pencemar kunci (contaminants types and exposure pathway analysis);
  6. Peta lokasi titik-titik uji (sampling) dan titik-titik referensiyang telah dilakukan dan/atau yang akan diusulkan;
  7. Rencana kerja kegiatan pemulihan lahan tercemar limbah B3 secara keseluruhan;
  8. Kriteria dan nilai-nilai parameter target tingkat keberhasilan pemulihan lahan tercemar limbah B3;
  9. Pengolahan tanah tercemar limbah B3 yang berada pada lahan tercemar limbah B3 tersebut, termasuk deskripsi dan treatability studyteknologi pengelolaan yang digunakan; dan

10.Rencana pemantauan kualitas lingkungan pasca pemulihan.

 

  • HAMBATAN DAN TANTANGAN

Upaya tindak lanjut hasil identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi kadangkala belum dapat dilaksanakan dengan segera, karena kendala antara lain :

  1. Keterbatasan alternatif teknologi pemulihan (khususnya untuk skala yang masif);
  2. Keterbatasan anggaran dalam pelaksanaan pemulihan;
  3. Kondisi geografis dari lahan terkontaminasi Limbah B3;
  4. Diperlukan kajian yang komprehensif sebelum dilaksanakan pemulihan
  5. Perlu penanganan aspek sosial, hukum, ekonomi dll sebelum pelaksanaan teknis pemulihan itu sendiri (umumnya untuk pemulihan yang belum diketahui penanggung jawabnya)
  6. Kurangnya kesadaran masyarakat danpelaku usahadan/atau kegiatan dalam pengelolaan Limbah B3 khususnya pada aspek pencegahannya (masih perlukomitmen yg tinggi, perlu dilakukan pembinaan, sosialisasi dan supervise yang lebih intensif);

 

 

  • Kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan kegiatan Workshop lahan terkontaminasi di pulau Kalimantan:
  1. Identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 merupakan salah satu cara untuk mendapatkan database lahan terkontaminasi di Indonesia. Data tersebut digunakan sebagai dasar pembuatan kebijakan serta acuan untuk menentukan skala prioritas pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
  2. Pengelolaan Limbah B3 yang dilakukan dalam ranah pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3, tidak memerlukan izin pengelolaan Limbah B3 namun wajib tunduk dalam peraturan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Persetujuan atas metodologi untuk pemulihan lahan terkontaminasi melalui proses yang setara dengan proses perizinan pengelolaan Limbah B3
  3. Pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, oleh sebab itu upaya pencegahan mutlak dilakukan untuk mencegah timbulnya potensi dampak buruk.
  4. Perencanaan dan pemilihan metode pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 yang tepat dapat meminimalisasi biaya yang ditimbulkan dan jangka waktu penyelesaian
  5. Proses pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 khususnya untuk lahan yang tidak ada penanggung jawabnya tidak hanya memperhatikan aspek secara teknis tetapi juga aspek secara sosial karena melibatkan masyarakat sekitar lokasi lahan terkontaminasi Limbah B3
  6. Sistem tanggap darurat PLB3 merupakan sistem pencegahan keadaan darurat yang diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya keadaan darurat PLB3. Sistem tanggap darurat dituangkan dalam program kedaruratan pengelolaan Limbah B3 yang wajib disusun oleh pelaku usaha dan/atau kegiatan, pemerintah daerah dan Pemerintah.
  7. Perlu segera disusun protap dari mulai penanggulangan kedaruratan hingga pelaksanaan pemulihannya antara penanggungjawab, PEMDA, KLHK dan masyarakat serta pihak-pihak lain yang terlibat.
  8. Pembelajaran atas kondisi kedaruratan yang pernah dialami akan sangat membantu memperbaiki sistem tanggap darurat yang dimiliki.
  9. Penting  untuk menyelenggarakan pelatihan bagi petugas dan pekerja serta menyediakan SOP agar dapat mengambil tindakan yang tepat pada saat terjadi keadaan darurat.

10. Kedaruratan PLB3  dapat menjadi keadaan darurat bencana jika sudah mengganggu kehidupan dan penghidupan. Identifikasi dan investigasi awal yang melibatkan berbagi instansi terkait diperlukan untuk menentukan hal tersebut

11. Penegakan hukum administrasi sebagai upaya pencegahan untuk memelihara, mengendalikan, melindungi dan melestarikan lingkungan hidup.

12. Jenis sanksi administratif terdiri dari teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin dan pencabutan izin.

13. Penerapan Sanksi Administratif ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum

14. Simplifikasi proses atau prosedur perizinan pengelolaan Limbah B3 perlu dilakukan untuk memudahkan pelaku usaha dan/atau kegiatan

15. Jumlah dan variasi Limbah termasuk Limbah B3 dari tahun ke tahun meningkat seiring dengan perkembangan industri. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian/studi secara instensif untuk pemanfaatan Limbah B3 sebagai sumber daya baru yang bernilai ekonomi

16. Petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis dan NSPK pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 harus segera dibuat dan disampaikan kepada pemda untuk menghindari interpretasi yang berbeda-beda terhadap peraturan yang lebih tinggi.

17. Sosialisasi ke masyarakat mengenai dampak buruk kegiatan yang tidak ramah lingkungan harus intensif dilakukan sebagai bentuk pengendalian terhadap bentuk praktek-praktek pengelolaan Limbah B3 oleh masyarakat, karena biaya penanggulangan dampak buruknya sangat mahal.